Selasa, 08 September 2009

Demokrasi dan Hiruk Pikuk Gerakan Islam

Kesemuanya berasal dari perbedaan cara pandang tentang pendekatan perjuangan. Ada yg memandang demokrasi seperti sebilah pisau. Pisau itu 'cenderung netral', tergantung siapa yang menggunakannya. Jika digunakan oleh perampok bengis maka akan jadi salah, tapi jika dipakai oleh pendekar kebenaran, maka akan manfaat. Tapi ada yang memandang demokrasi sebagai bagian dari produk aqidah. Dan menurut pandangan orang-orang ini, persoalan aqidah tidak ada tawar menawar lagi

Akhi, saya mengikuti (meski sedikit) berbagai perkembangan sikap dari para qoid harakah jihadiyah alamiyah terhadap hamas khususnya. Mereka memiliki pandangan yang positif terhadap hamas dan kataib al qassamnya, bahkan menyebut mereka sebagai, "para ahli kami di Al Quds".

Lalu hamas mengikuti proses demokrasi di bawah payung 'otoritas palestina'. Otoritas Palestina adalah entitas politik yang dibentuk berdasarkan Perjanjian Oslo. Yang mana butir pentingnya adalah pengakuan mutualisme antara pihak palestina dengan Israel. Israel mengakui entitas Palestina, maka dibentuklah ‘otoritas palestina’. Sebaliknya, Palestina harus mengakui Israel sebagai Negara resmi yang memayungi entitas ‘otoritas palestina’. Kita memandang keputusan hamas itu sebagai keputusan untuk menggunakan 'pisau'. (koreksi saya jika saya salah).

Tetapi tidak sedikit yang memandang bahwa otoritas palestina tidaklah lebih dari sebuah otoritas semi otonom di bawah kerangka Israel, sama seperti pakta GAM RI, yang memberi status Aceh sebagai daerah khusus, tetapi tetap di bawah kerangka RI. GAM dipersilakan membentuk parti lokal sendiri, sebagai bentuk pengakuan RI terhadap eksistensinya, tetapi GAM harus tunduk pada kerangka RI. Karena itu ketika GAM menerima Pakta Helsinki, sama artinya ia telah mengakui dan menerima eksistensi RI. Pandangan ini dimisalkan dengan hamas ketika mengikuti musyarakah dalam proses politik di bawah kerangka otoritas palestina. secara tidak langsung, hamas 'mengakui' eksistensi Israel, karena otoritas palestina itu ada di bawah kerangka Israel (sesuai butir penting perjanjian Oslo).

Lihatlah, yang satu memandang sebagai salah satu strategi perjuangan, yang lain memandang sebagai satu 'penyimpangan' atau terjerumusnya sang rekan perjuangan ini ke dalam satu perangkap musuh.

Itulah mengapa, Abu Abdillah Usamah bin Ladin, amir Tandzim Al Qaidah al alami tidak pernah berbicara sedikitpun tentang jihad secara langsung di Al Quds, di Palestina, sebelum fase masuknya hamas dalam musyarakah. Karena mereka menganggap hamas adalah, "ahli kami di Al Quds".

Lalu Allah membuka medan Jihad Iraq. Dan Iraq direncanakan menjadi titik muntholaq, titik tolak bagi pembebasan Al Quds ke arah baratnya, pembebasan Tanah Haramain ke arah selatannya. Tetapi tetap Abu Abdillah tidak/belum menyampaikan sikap tindakan terhadap Al Quds, kecuali menghimbau Ummat Islam sedunia yang bercita-cita untuk ikut serta dalam upaya pembebasan palestina agar mereka bergabung dan mendukung Daulah Islam di Iraq.

Setelah fase masuknya hamas dlm musyarakah, maka disampaikanlah tadzkirah, mulai dari Abu Abdillah, hakimul ummah Sheikh Aiman Adz Dzawahiri, Abu Umar Al Baghdadi Amir Daulah Islam di Iraq, bahkan Sheikh Abu Usman Dokka Umarov amir Imarah Islam Kaukasus Utara. Khususnya ketika delegasi hamas di bawah pimpinan Ust Khalid Misy'al bertemu Putin di Kremlin sesaat setelah terbentuknya parlemen hamas di Gaza. Ketika itu Putin bertanya pada hamas tentang JIhad di Cechnya dan Kaukasus. Putin sangat berkepentingan bertanya ini, karena sebelum-sebelumnya, para Mujahidin Cecnhnya selalu berkata, "Kami berjihad di Tanah Kaukasus, dalam rangka ikut membuka jalan untuk membebaskan Al Quds". Tetapi delegasi hamas memberi jawaban diplomatis yang membuat hati saudara mujahidin mereka di Cechnya bersedih. Mereka berkata, "Urusan Cecnhnya dan Kaukasus utara adalah masalah dalam negeri Rusia".

Salah seorang ustadz menerangkan bahwa itu dalam rangka siasat politik karena hamas tengah mencari dukungan dunia internasional atas eksistensinya.Di sini bantahan hamas kemudian dibantah lagi oleh para qaid mujahidin al alami, "Jika memang kalian mengharapkan dukungan internasional, mengapa kalian tidak meminta bantuan saudara kalian Mujahidin?" di sinilah beberapa ‘anomali’ hamas (paska syahidnya insya Allah Sheikh Ahmad Yasin dan dokter Ar Rantisi). Mereka berusaha mendapatkan dukungan internasional (Uni eropa, PBB, Rusia, bahkan amerika – apalagi setelah terpilihnya ‘la barak’ Obama) di saat yang sama seakan mereka ingin ‘menjauh’ dari Mujahidin. Ketika komunitas internasional itu bertanya bagaimana sikap hamas terhadap jihad di Iraq, afghan, shomalia, dll. Jawaban diplomatis seperti di ataslah yang disampaikan.

Setelah peristiwa Kremlin itu, baru saya mendengar tadzkirah yang lebih keras disampaikan kepada saudara kita di hamas. Tetapi Mujahidin masih menunggu perkembangan hamas dengan strategi musyarakahnya ini. Sementara dari arah Iraq, secara berkala Mujahidin mulai membangun basis-basis di sekitar wilayat perbatasan seperti Jordan, Syria, Libanon Selatan. Akhi, kemunculan Fatah Al Islam di Libanon Selatan, Usbat Al Anshar di Jordania, adalah pertanda, Mujahidin mulai ‘mengelilingi al Quds’. Lalu kita mendengar adanya Jaisyul Islami fi Filisthin, dan Jaisyul Ummah. Terkhusus Jaisyul Ummah, maka kebanyakan anggotanya adalah veteran mantan anggota brigade Al Qossam yang tidak setuju dengan beberapa kebijakan hamas (khususnya terkait ikutnya mereka dalam proses musyarakah, usaha hamas untuk mencari dukungan komunitas internasional, dll).

Kebijakan hamas ini, berimplikasi di lapangan. Kita mungkin pernah mendengar insiden terjadi antara milisi Jaisyul Islami fi Filistin dengan polisi dan brigade Al Qossam. Jaisyul Islami menculik seorang wartawan inggris untuk dijadikan alat penawar menebus beberapa tawanan muslim. Hamas kemudian menggempur dan memaksa jaisyul islami melepaskan tawanan inggris itu. Padalah kita tahu, inggris di antara Negara eropa yang menjadi mitra sejati amerika. Pasukan dua Negara ini tengah menggempur Afghanistan. Tetapi hamas, karena terkait usahanya untuk menarik dukungan komunitas internasional ini, hanya berkata, urusan afganistan tidak ada sangkut pautnya dengan palestina.

Duhai.... saya sering mendengar kata-kata ini: "Kami bertempur di Iraq, sementara mata kami lekat menatap Al Quds" (Amir Kataib Istisyadiyyin, dan salah seorang muasis Daulah Islam Iraq, Syuhada insya Allah Abu Mus'ab Az Zarqawi

"Setelah JIhad Afghan menang dan imarah kembali berdiri, maka negeri islam pertama yang akan kami hijrahi untuk berjihad adalah Al Quds" (kata-kata yang biasa didengar dari mulut para santri 'kuno' Taliban di Afghan dan pakistan)

"Kami berperang di Shomal, demi menolong saudara kami di Gaza" (kata-kata yang sentiasa diulang para mujahidin 'lusuh' Harokah Asy Syabab Mujahidin) Tetapi 'para ahli kami di alquds' itu berkata: "kami tidak punya urusan dengan mereka. palestina tidak ada sangkut pautnya dengan mereka..."

Akhi, saya pernah bertanya pada qiyadah saya tentang kebijakan musyarakah ini, apakah ia berlaku umum di seluruh dunia, atau berlaku khusus di negeri-negeri kondusif dakwah seperti Indonesia. Jawaban normatifnya adalah, bahwa ia berlaku umum. Itu artinya di medan-medan jihad proses musyarakah juga harus dilakukan. Allahualam atas kejahilan saya. Saya hanya merasa di beberapa front, kebijakan ini menjadi ‘anomali’.

Ketika tentara amerika memasuki afghan dan menggempur Imarah Islam Taliban, lalu mendirikan rejim boneka hamid karzai, saya mendengar tokoh afghan seperti Ust Abdu Rabbi Rasul Sayyaf malah masuk Loya JIrga (DPR) padahal rejim karzai adalah boneka amerika yang digunakan untuk menghantam mujahidin. Ketika perang berkecamuk di Iraq, dan amerika mendirikan rejim boneka Iyadl Alawi yang syiah, kita mendengar adanya musyarakah Hizbul Islami dan sayap militernya Jaisyul Islami dalam pemerintahan Iyadl Alawi. Strategi ini lambat laun akhirnya akan menempatkan mereka vis a vis dengan mujahidin. (mungkin saya salah dalam pensikapan ini, atau katakanlah saya juga jgn2 telah terjangkit virus pemikiran takfiri…..)

Tetapi basis ajaran tarbiyah awal kita sangat jelas dan tegas. Batasannya adalah al wala wal bara. Salah satu pembatal Islam adalah membantu (apakah itu dalam bentuk dukungan, loyalitas, logistic, militer, financial, dll) terhadap orang kafir yang tengah memerangi ummat Islam. Siapakah hamid karzai, iyadl alawi, asif zardari, Mahmud abbas, dan orang-orang semisal? Melainkan mereka adalah orang2 yang membantu kaum kafir yang tengah memerangi ummat islam. Lalu mengapa ‘kita’ bermusyarakah dengan mereka? Mengapa kita tidak bersatu ma’al Mujahidin?

Allahumma arinal haqqa haqqa Warzuqnat tibaa’ah Wa arinal bathila bathila Warzuqnaj tinabah

(by : arius vitra)

0 komentar:

Posting Komentar