Rabu, 09 September 2009

Memahami Lailatul Qadar

Lailatul Qadar adalah malam agung yang penuh kemuliaan, saat itu diturunkannya Al Quran, dan para malaikat serta malaikat jibril dengan izin Allah Ta’ala turun untuk mengatur segala urusan, malam itu yang nilainya sama dengan seribu bulan. Definisi Lailatul Qadar, Allah Ta’ala sendiri yang menjelaskan dengan sangat gamblang dalam salah satu surat Al Quran Al Karim yakni: “ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr (97): 1-5)
Kenapa disebut Lailatul Qadar? Tentu jawaban pastinya hanya Allah Ta’ala yang tahu. Namun para ulama memberikan jawaban bedasarkan qarinah (korelasi) berdasarkan ayat tersebut. Di antaranya tersebut dalam Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, ketika mengomentari hadits tentang ‘Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir’: وَقَوْلُهُ لَيْلَةُ الْقَدْرِ يَحْتَمِلُ أَنْ تُسَمَّى بِذَلِكَ لِعِظَمِ قَدْرِهَا أَيْ ذَاتُ الْقَدْرِ الْعَظِيمِ وَيُحْتَمَلُ أَنْ تُسَمَّى بِذَلِكَ ؛ لِأَنَّ الْبَارِيَ تَعَالَى يُنَفِّذُ فِيهَا مَا قَدَّرَ مِنْ قوله تعالى فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ وَيُحْتَمَلُ غَيْرُ ذَلِكَ . “ Dan ucapannya ‘Lailatul Qadri’, ada kemungkinan dinamakan demikian lantaran keagungan qadar (ukuran/ketentuan) malam itu, yakni malam yang memiliki ukuran yang agung. Ada kemungkinan juga dinamakan demikian karena pada malam itu Allah Ta’ala melaksanakan apa-apa yang telah ditentukan (qaddara) dalam firmanNya, “Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul,” dan ada juga kemungkinan selain itu.” (Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, Juz. 2, Hal. 227, pembahasan hadits no. 612. Al Maktabah Asy Syamilah)
Seorang ahli tafsir pada masa tabi’in, yakni Mujahid, mengartikan Lailatul Qadr adalah: ليلة الحكم. “Malam penuh hikmah.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, Juz. 34, Hal. 532. Al Maktabah Asy Syamilah)
Tentang keutamaannya, dalam surat Al Qadr juga sudah disebutkan, yakni: “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” Mujahid berkata tentang ayat tersebut: عملها وصيامها وقيامها خير من ألف شهر. “Amal pada malam itu, puasanya, dan qiyamul lailnya, lebih baik (nilainya) dari seribu bulan.” Sementara Amru bin Qais al Mala’i berkata: عملٌ فيها خير من عمل ألف شهر. “Amal pada malam itu (nilainya) lebih baik dari amal seribu bulan.” (Imam Abu Ja’far bin Jarir Ath Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, Juz. 34, Hal. 533. Al Maktabah Asy Syamilah) Imam Ibnu Jarir Rahimahullah sendiri menguatkan tafsiran ini. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah: وهو الصواب لا ما عداه “Inilah yang benar, bukan selainnya.” (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al Azhim, Juz. 8, Hal. 443. Al Maktabah Asy Syamilah)
Kapan datangnya?
Dia ada pada bulan Ramadhan, namun kepastian harinya hanya Allah Ta’ala yang tahu. Sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya memberikan petunjuk dan perintah untuk mengintainya. Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ “Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam terakhir.” (HR. Bukhari, Kitab Al Jum’ah Bab Fadhli Man Ta’arra minal Laili fashalla, Juz. 4, Hal. 332, No hadits. 1088. Al Maktabah Asy Syamilah) Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ “Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari, Kitab Ash Shaum Bab Iltimas Al Lailatal Qadri fi Sab’il Awakhir, Juz. 7, Hal. 143, No hadits. 1876. Al Maktabah Asy Syamilah) Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan dalam Fathul Bari: وَقِيلَ الْمُرَادُ بِهِ السَّبْع الَّتِي أَوَّلهَا لَيْلَة الثَّانِي وَالْعِشْرِينَ وَآخِرهَا لَيْلَة الثَّامِن وَالْعِشْرِينَ ، فَعَلَى الْأَوَّل لَا تَدْخُلُ لَيْلَةُ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَلَا ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ، وَعَلَى الثَّانِي تَدْخُلُ الثَّانِيَةُ فَقَطْ وَلَا تَدْخُلُ لَيْلَة التَّاسِع وَالْعِشْرِينَ “Dikatakan, bahwa yang dimaksud dari tujuh adalah jika malam pertamanya adalah malam ke 22 dan malam akhirnya adalah 28, maka kemungkinan pertama malam ke 21 dan 30 tidaklah termasuk, dan kemungkinan kedua, hanya yang kedua yang termasuk, dan malam ke 29 tidak termasuk.” (Fathul Bari Juz. 6 Hal. 299 No. 1876. Al Maktabah Asy Syamilah)
Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir. Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim, Kitab Ash Shiyam Bab Fadhli Lailatil Qadri wal Hatsi ‘ Ala Thalabiha …., Juz. 6, Hal. 72, No hadits. 1989. Al Maktabah Asy Syamilah) Lebih tepatny lagi, Lailatul Qadar itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits berikut: Dari Abu Salamah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: فَإِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ “Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari, Kitab Al Adzan Bab As Sujud ‘Alal Anfi ws Sujud ‘Alat Thin, Juz. 3, Hal. 300, No hadits. 771. Al Maktabah Asy Syamilah) Dalam riwayat lain: عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ “Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari, Kitab Shalatut Tarawih Bab Taharri Lailatil Qadri fil Witri minal ‘Asyril Awakhir, Juz. 7, Hal. 145, No hadits. 1878. Al Maktabah Asy Syamilah)
Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua, datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir. Malam ke 25, 27 dan 29? Imam Bukhari meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: فَالْتَمِسُوهَا فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ “Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada sepuluh malam terakhir, pen).” (HR. Bukhari, Kitab Shalatut Tarawih BabRaf’i Ma’rifati Lailatil Qadr Litalahin Nas, Juz. 7, Hal. 151, No hadits. 1883. Al Maktabah Asy Syamilah) Berkata seorang sahabat mulia, Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu: وَاللَّهِ إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا “Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim, Kitab Shalatul Musafirin wa Qashruha Bab At Targhib fi Qiyami Ramadhan wa Huwa at Tarawih, Juz. 4, Hal. 150, No hadits. 1272. Al Maktabah Asy Syamilah) Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadar adalah pada malam ke 27.
Amalan Apa yang kita lakukan pada Lailatul Qadar?
Ada beberapa amalan yang dituntun dalam sunah ketika kita mengetahui atau seandainya bertepatan dengan lailatul qadar. Pertama. Membaca Allahumma Innaka ‘afuwun krim tuhibbul ‘afw fa’fu’anni عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku katakan?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.” (HR. At Tirmidzi, Kitab Ad Da’awat ‘an Rasulillah Bab Minhu, Juz. 11, Hal. 419, No hadits. 3435. At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Al Maktabah Asy Syamilah)
Melakukan Shalat Malam
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ “Dan barangsiapa shalat pada Lailatul Qadar karena Iman dan mengharap ridha Allah, akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Muslim, Kitab Shalatul Musafirin wa Qashruha Bab At targhib fi Qiyamir Ramadhan, Juz. 4, Hal. 146, No hadits. 1268. Al Maktabah Asy Syamilah) Ketiga. I’tikaf Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selalu i’tikaf pada sepuluh malam terakhir, bahkan diakhir hayatnya dua puluh hari Ramadhan. Tentunya diantara malam itu terdapat Lailatul Qadar. Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu I’tikaf pada sepuluh hari terakhir dri bulan Ramadhan, beliau melakukannya sampai dia wafat. Kemudian para isterinya beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari, Kitab Al I’tikaf Bab Al I’tikaf fil ‘Asyril Awakhir …, Juz. 7, Hal. 157, No hadits. 1886. Al Maktabah Asy Syamilah) Sedangkan amalan yang paling banyak dilakukan para salaf pada saat i’tikaf adalah membaca Al Quran sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Az Zuhri. Demikian. Wallahu A’lam (sumber : ustadz farid nu'man)

0 komentar:

Posting Komentar