Minggu, 19 September 2010

FILM SANG PENCERAH LAYAKKAH DI FILMKAN ???

Bagi saya di filmkannya tokoh-tokoh pergerakan bangsa ini, sangat menarik. Karena kita akan lebih mudah untuk mengetahui bagaimana sepak terjang para pahlawan kita itu dengan mudah dan santai kita nikmati. Begitu punseharusnya dengan Film Sang Pencerah karya Hanung Bramantio ini. Namun khusus untuk Sang Pencerah ada hal-hal yang mengganjal.

Sang Pencerah adalah film sejarah Syaikh Ahmad Dahlan pendiri Muhammdiyah. Dalam benak saya, film ini akan sepi penonton, minimal di wilayah saya. Karena saya fikir film ini sangat berat dan masih besarnya resistensi gerakan da’wah Muhammadiyah dikalangan masyarakat kita. Tebakan saya terbukti, film ini di tempat saya, XXI, pun sepi penonton. Berbeda ketika diputarnya film AAC dan KCB, ngantri bangeed. Bagaimana di tempat kamu… ??

Ada beberapa catatan saya untuk film sang pencerah ini :

1. Film Ini Sangat Berat

Kenapa ? kalau kita bandingkan dengan AAC dan KCB, sangat jauuh berbeda. AAC dan KCB menawarkan yang semua orang suka, romantisme. Namun AAC dan KCB menawarkan romantisme ala Islam yang cukup mengena. Sedangkan Sang Pencerah, isinya pertarungan pemikiran dikalangan ummat Islam sendiri. Artinya Film ini bersegmentasi terbatas saja, kalangan terdidik, yang cukup senang dengan ide-ide pemikiran.

2. Sektarian (Ashobiyah)

Untuk saat ini yang dibutuhkan ummat adalah sarana-sarana pemersatu. Nilai-nilai universal yang mempunyai elektabilitas yang tinggi dikalangan ummat, termasuk film. Apapun itu temanya, Romantisme, Kepahlawanan, dan lain sebagainya. Sedangkan Sang Pencerah, hanya mewakili kalangan Muhammadiyah, sebuah isu yang tidak prioritas diangkat.

3. Membangkitkan Luka Lama

Film ini juga dikhawatirkan membangkitkan luka lama, Islam Tradisional vs Islam Modernis, Nu vs MUhammadiyah. Yang puluhan tahun “berkecamuk” zaman orang tua kita. Bagaimana tahlilan, dan “penyerangan” kultural yang masih sampai saat ini diyakini oleh masyarakat kita. Ketersinggungan khawatir muncul kembali. Jelas ini menjadi kontra produktif.

4. Mempertontonkan Perpecahan Ummat Islam

Film ini juga menggambarkan perpecahan ummat Islam. Yang sangat miris disaksikan. Bahkan sesame “kader da’wah” (masjid besar vs mushola ahmad dahlan) terjadi pertumpahan darah. Jelas ini sangat tidak enak dilihat. Alangkah lebih baik kita menghindari isu-isu seperti ini buat kemaslahatan ummat.

Akhirnya, karena theatre XXI itu khalayak ramai, maka Film ini sebenarnya menurut saya tidak layak di filmkan, karena kontraproduktif sebagaimana uraian di atas buat kemaslahatan ummat.

Kalau bagi saya film ini bagus dan menarik. Karena kita akan melihat “nasib” seorang da’i atau du’at ilallah yang melakukan tajdid (pembaharuan) di tengah sistem yang sudah bobrok dan menyimpang. Syaikh Ahmad Dahlan di katakana kiayi kafir dan mushollanya dirobohkan oleh “kader da’wah” lainnya. Namun beliau tetap teguh, meyakini kebenaran apa yang diperjuangankannya. Dan saya pun menyatakan kebenaran apa yang diperjuangkan beliau.

Jadi inget teman-teman saya... diii.... ah engga ah, ga jadi. Ga bagus ceritanya... hehee.

0 komentar:

Posting Komentar