Minggu, 15 November 2009

Halaqah Ku Sayang Halaqah Ku Malang

Pada sebuah kesempatan seorang mad’u mengirimkan sebuah email kepada murabbinya, dan berkata, “ustadz…karena frekuensi pertemuan kita kurang karena kesibukan ustadz, maka saya mengajukan pindah ke ustazd yang lain…bagaimana ustadz..?”

Pada kesempatan lain, ada seorang ustadz berkata kepada para binaannya, “saya akan dinas ke luar kota ini, dan akan memakan waktu cukup lama, berat nian melepaskan antum semua, walau sebenarnya saya tetap ingin mendampingi antum semua, namun karena memakan waktu yang cukup lama, maka saya memberikan pilihan kepada antum semua, apakah antum mau menunggu saya, atau antum semua dipindahkan saja halaqahnya”. Maka berkata para mad’unya, “selama ustadz yakin masih mau mendampingi kami, maka kami dengan senang hati akan menjaga perjalanan halaqah ini, sampai ustadz kembali, semoga Allah memasukkan kita ke dalam barisan orang-orang sabar di jalan-Nya ustadz”.

Dari dua fragmen halaqah di atas, ada beberapa nilai yang dapat diambil sebuah pelajaran. Halaqah bukanlah sekedar proses transfer ilmu biasa, namun sebuah proses terhadap semua nilai para pelaku halaqah itu. Kalau halaqah hanya proses transfer ilmu saja, buat apalah halaqah itu, lebih baik masuk ke perguruan-perguruan tinggi Islam semacam Ma’had atau LIPIA. Halaqah begitu special atas semua interaksi para pelakunya, dari mulai menumbuhkan kembangkan daya intelektulitas pesertanya, merawat kesegaran ruh pesertanya , sampai pada kekuatan tautan hati. Oleh karena itu, penggagas yang menyegarkan halaqah, Imam Syahid Hasan Al-Banna, menyebutnya juga sebagai Usrah (keluarga).

Sebenarnya ada tiga hal dalam halaqah itu, dua hal yang sangat fleksibel, dan satu yang tidak dapat diganggu gugat. Dua hal yang fleksibel itu adalah, pertama, pemenuhan akan Akal (akliyah/intelektualitas), kedua, pemenuhan ruhiyah. Dua hal ini sangat fleksibel, artinya dapat menimba ilmu dari ustadz / guru mana saja untuk menambah kapasitas keilmuan para pesertanya. Namun ada satu hal yang sangat tidak bisa diganggu gugat, yaitu pemenuhan jalur komando/koordinasi. Oleh karena itu, halaqah juga dapat dikatakan sebagai sebuah barak-barak perjuangan para jundinya. Jalur komando ini tidak dapat diduakan, karena merepotkan gerakan dan menyusahkan para jundinya.

Akhirnya, halaqah bukanlah proses transfer ilmu biasa, namun halaqah itu begitu special, begitu khusus, karena halaqah merupakan proses interaksi menyeluruh para pelakunya, mulai dari menumbuhkankembangkan intelektulitas, ruh sampai pada pertautan hati yang sangat kuat. Sehingga apa pun yang terjadi, baik dikala lapang mau pun sempit, atau pun dikala kuat dan lemah, seharusnya tetap bersabar membawa halaqah nya ke jalur para penghasil mujahid da’wah unggulan, laksana rahim seorang ibu yang melahirkan anak-anaknya.

Jangan menjadi kutu loncat dan memikrikan diri sendiri, individualis. Manakala halaqah itu sehat, kuat, dan menguntungkan (na’udzubillah) maka ia menyebut Halaqah Ku Sayang, namun manakala halaqahnya di rundung kesedihan dan kelemahan, ia mengatakan, Halaqah Ku Malang, yang ia segera meninggalkan, laksana seorang yang membeli pakaian di toko, ketika sudah tidak cocok maka dihempaskan pakian itu dengan begitu saja. Allahu’alam……

by : Albanthany

1 komentar:

Ilhammustafa mengatakan...

halaqoh,,,,

Posting Komentar