Pertengahan Agustus 2009 kemarin, Majelis Ulama Indonesia wilayah Kota Sumenep, Madura, mengeluarkan fatwa haram mengemis. Latar belakangnya, karena Para pengemis yang keluar masuk perkantoran dan rumah-rumah warga dinilai mengganggu orang lain. Jumlah pengemis yang berkisar 200-an orang yang beroperasi di wilayah Kota Sumenep sendiri sudah di luar kewajaran Dan ternyata, mereka yang hidup dengan pemberian orang lain itu kebanyakan bukan karena latar belakang ekonomi lemah, melainkan sudah menjadi budaya dan profesi yang dinilai menghasilkan secara turun temurun.
Budaya dan Profesi....!!! La hawla wala quwwata illa billah. Melihat ini hanya ada dua hal besar yang bisa dilihat. Pertama, betapa lemahnya negara ini dalam membina mental bangsanya. Kedua, betapa lemahnya aqidah dan pemahaman keislaman ummat ini. Bagaimana mungkin mengemis yang sangat tercela dalam Islam, menjadi budaya dan profesi ? lihatlah bagaimana Nabi saw mengatakan, dari Abu Hurairah ra. : Rasulullah Saw pernah bersabda, “demi Dia yang menggenggam hidupku, akan lebih baik bagi seseorang untuk mengambil seutas tali dan memotong kayu (di hutan) lalu membawanya dengan punggungnya dan menjualnya daripada meminta sesuatu kepada seseorang dan orang yang ia minta mungkin memberinya mungkin tidak”.
Masih banyak hadist-hadist shohih yang melarang kaum muslimin untuk meminta-minta atau mengemis. Negara dalam hal ini bertanggungjawab, atas pembinaan mental masyarakatnya, karena merekalah pemimpin masyarakat. Sejarah pernah mencatat, di saat pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak ada satu pun masyarakatnya yang mau menerima zakat dari pemerintah. Karena mereka tidak merasa menjadi orang miskin, tidak merasa menjadi manusia kekurangan. Betapa itu mencerminkan mental masyarakat yang luar biasa, jernih, dan mengerti bagaimana sebuah harga diri itu harus di jaga. Bahwa tangan di atas lebih baik dari pada di bawah, bagaimana memberi itu lebih baik dari pada menerima. Tidak mungkin mental seperti itu hadir, kalau pemerintahannya, para pemimpinnya, tidak memberikan contoh yang baik, teladan yang baik dan pembinaan yang baik.
Kepemimpinan itu cermin dari masyarakatnya. Ketika kepemimpinannya lemah, maka kita akan banyak menemukan kelemahan itu dalam masyarakatnya. Ketika sebuah akhlak tercela dijadikan sebuah budaya dan profesi, tentu ada yang salah dengan masyarakat itu. Mereka melupakan kebersihan aqidah mereka, untuk memelihara diri mereka dari meminta-minta. Karena orang-orang yang beriman kepada Allah swt, senantiasa memelihara diri mereka dari meminta-minta, “(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”. (Al-Baqarah : 273)
Suka atau tidak, sudah menjadi sebuah fakta, bahwa mereka menjadi kaya dengan mengemis. Sumenep, hanya sebuah contoh. Masih banyak daerah-daerah lain yang menjadikan mengemis menjadi budaya dan profesi. Semoga di kemudian hari, di generasi selanjutnya, tidak akan kita temui lagi, orang, atau masyarakat yang Kaya dengan Mengemis, namun Kaya dengan Kerja Keras dan Cerdas. Semoga aja ya....
Selasa, 08 September 2009
Kaya Dengan Mengemis
05.13
Administrator
0 komentar:
Posting Komentar