Amanah kehidupan kita ini, mengharuskan kita untuk selalu berbuat yang terbaik dalam mengisi hari-harinya, banyak menciptakan dan mendukung lahirnya berbagai macam kebaikan. Segala macam bentuk kata terbaik adalah sejarahnya orang-orang besar, sejarahnya para pahlawan.
Lihatlah bagaiman putra terbaik bangsa ini, Bung Tomo, telah menorehkan sejarah terbaik dalam hidupnya dengan mengobarkan perlawanan dan perjuangan yang luar biasa bagi negeri ini, hingga peristiwanya pun dikenal sebagai hari pahlawan nasional. Lihatlah bagaimana Jenderal Sudirman, yang juga putra terbaik bangsa ini, pun telah menorehkan sejarah terbaik dalam hidupnya dengan perlawanan gerilyanya di tengah keterbatasan fisik yang sangat menyiksa, hingga sejarahnya pun akhirnya menjadi cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia. Cinta adalah sebagaimana kita tahu, ia adalah segala bentuk kecenderungan manusia pada apa pun, sebagaimana Allah swt, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali-Imran [3]: 14).
Segala sesuatu yang dilakukan pastilah berlandaskan cinta itu. Tidak terkecuali, para Pahlawan. Sejarah cinta yang ditorehkan para pahlawan adalah sejarah kecermelangan cinta. Ia bukanlah sejarah cinta yang mewakili roman picisan atau cinta yang kelam dan kelabu. Lihatlah bagaimana Bung Tomo, dan Jenderal Sudirman di atas, karena cintalah mereka mampu menorehkan sejarah yang dikenang sepanjang sejarah negeri ini. Cinta kepada negerinya, cinta kepada rakyatnya, dan tentu cinta kepada Rabbnya, yang telah mengaamanahkan negeri ini untuk dijaga kemerdekaan dan kehormatannya, sebagaiman para syuhada terdahulu berjuang.
Namun, para pahlawan tidaklah menikmati cinta, karena ia mempunyai tugas besar kepahlawanan. Ia hanya berteman dengan cinta, laksana dua sisi mata uang yang senantiasa membutuhkan. Para pahlawan membutuhkan cinta, agar jalan kepahlawanannya menjadi sebuah karya besar, dan cinta membutuhkan para pahlawan, agar sejarah cinta senantiasa sejarah keagungan dan kesucian.
Terkadang kita menanti-nanti sang pahlawan, karena ia adalah solusi atas masalah yang terjadi. Ketahuilah saudaraku.... pahlawan itu sesungguhnya tidak kemana-mana, dan tidak pula dari mana. Ia sudah hadir di sini.... dekat sekali, dan kita mengetahuinya dengan pasti. Pahlawan itu adalah kamu, aku, dan kita semua. Kita hanya harus merebut takdir kepahlawanan kita agar keberadaan dan karya-karya kita benar-benar membawa manfaat bagi semesta alam. Dan kita hanya perlu meyakinkan diri kita, bahwa cinta yang ada pada diri kita adalah cinta suci yang senantiasa mewarnai jalan kepahlawanan kita.
by : albanthany
Lihatlah bagaiman putra terbaik bangsa ini, Bung Tomo, telah menorehkan sejarah terbaik dalam hidupnya dengan mengobarkan perlawanan dan perjuangan yang luar biasa bagi negeri ini, hingga peristiwanya pun dikenal sebagai hari pahlawan nasional. Lihatlah bagaimana Jenderal Sudirman, yang juga putra terbaik bangsa ini, pun telah menorehkan sejarah terbaik dalam hidupnya dengan perlawanan gerilyanya di tengah keterbatasan fisik yang sangat menyiksa, hingga sejarahnya pun akhirnya menjadi cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia. Cinta adalah sebagaimana kita tahu, ia adalah segala bentuk kecenderungan manusia pada apa pun, sebagaimana Allah swt, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS Ali-Imran [3]: 14).
Segala sesuatu yang dilakukan pastilah berlandaskan cinta itu. Tidak terkecuali, para Pahlawan. Sejarah cinta yang ditorehkan para pahlawan adalah sejarah kecermelangan cinta. Ia bukanlah sejarah cinta yang mewakili roman picisan atau cinta yang kelam dan kelabu. Lihatlah bagaimana Bung Tomo, dan Jenderal Sudirman di atas, karena cintalah mereka mampu menorehkan sejarah yang dikenang sepanjang sejarah negeri ini. Cinta kepada negerinya, cinta kepada rakyatnya, dan tentu cinta kepada Rabbnya, yang telah mengaamanahkan negeri ini untuk dijaga kemerdekaan dan kehormatannya, sebagaiman para syuhada terdahulu berjuang.
Namun, para pahlawan tidaklah menikmati cinta, karena ia mempunyai tugas besar kepahlawanan. Ia hanya berteman dengan cinta, laksana dua sisi mata uang yang senantiasa membutuhkan. Para pahlawan membutuhkan cinta, agar jalan kepahlawanannya menjadi sebuah karya besar, dan cinta membutuhkan para pahlawan, agar sejarah cinta senantiasa sejarah keagungan dan kesucian.
Terkadang kita menanti-nanti sang pahlawan, karena ia adalah solusi atas masalah yang terjadi. Ketahuilah saudaraku.... pahlawan itu sesungguhnya tidak kemana-mana, dan tidak pula dari mana. Ia sudah hadir di sini.... dekat sekali, dan kita mengetahuinya dengan pasti. Pahlawan itu adalah kamu, aku, dan kita semua. Kita hanya harus merebut takdir kepahlawanan kita agar keberadaan dan karya-karya kita benar-benar membawa manfaat bagi semesta alam. Dan kita hanya perlu meyakinkan diri kita, bahwa cinta yang ada pada diri kita adalah cinta suci yang senantiasa mewarnai jalan kepahlawanan kita.
by : albanthany
23.34
Administrator

0 komentar:
Posting Komentar